makalah HAM

HUKUM ACARA PIDANA :
PERADILAN HAK ASASI MANUSIA
----------------------------------------------
-------------------------------------------

DEFINISI HAK ASASI MANUSIA :
(PASAL 1 BUTIR 1 UU NO 39 TAHUN 1999)


SEPERANGKAT HAK YANG MELEKAT PADA HAKIKAT DAN KEBERADAAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK TUHAN YANG MAHA ESA DAN MERUPAKAN ANUGERAH-NYA YANG WAJIB DIHORMATI, DIJUNJUNG TINGGI DAN DILINDUNGI OLEH NEGARA, HUKUM, PEMERINTAH DAN SETIAP ORANG DEMI KEHORMATAN SERTA PERLINDUNGAN HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA




DIMENSI



FILOSOFI HUKUM

INHARENT HARUS DIATUR
OLEH HUKUM

DIJAMIN PEMENUHANNYA
OLEH NEGARA

PEMENUHAN HAM


NON DEROGABLE RIGHTS DEROGABLE
RIGHTS


TUJUAN PERADILAN HAM


MENGADILI PELAKU PELANGGARAN HAM BERAT


PENERAPAN TERHDAP HAK ASASI MANUSIA YG TIDAK DAPAT DITUNDA PELAKSANAANNYA (NON DEROGABLE RIGHTS



PASAL 4 (2) ICCPR 1966 JO PASAL 4 UU NO 39 TAHUN 1999 :

• HAK UNTUK HIDUP
• HAK UNTUK TIDAK DISIKSA
• HAK UNTUK KEBEBASAN PRIBADI, PIKIRAN DAN HATI NURANI
• HAK BERAGAMA
• HAK UNTUK TIDAK DIPERBUDAK
• HAK UNTUK DIAKUI DAN PERSAMAAN DI DEPAN HUKUM
• HAK UNTUK TIDAK DITUNTUT ATAS DASAR HUKUM YANG BERLAKU SURUT

YANG DILAKUKAN SECARA MELUAS ATAU SISTEMATI


PENGERTIAN PELANGGARAN HAM

PELANGGARAN HAM :
PSL 1 BUTIR 6 UU 39/1999


SETIAP PERBUATAN SESEORANG ATAU KELOMPOK ORANG TERMASUK APARAT NEGARA BAIK DISENGAJA MAUPUN TIDAK DISENGAJA ATAU KELALAIAN YANG SECARA MELAWAN HUKUM, MENGURARANGI, MENGHALANGI MEMBATASI, DAN ATAU MENCABUT HAK-HAK ASASI MANUSIA SESEORANG ATAU KELOMPOK ORANG YANG DIJAMIN OLEH UNDANG-UNDANG INI, DAN TIDAK MENDAPAT ATAU DIKHAWATIRKAN TIDAK AKAN MEMPEROLEH PENYELESAIAN HUKUM YANG ADIL DAN BENAR BERDASARKAN MEKANISME HUKUM YANG BERLAKU


PENGERTIAN PELANGGARAN HAM

ARTI UMUM :
SETIAP PERBUATAN YG MELAWAN HUKUM ATAU MENYERANG HAK ORANG LAIN/ KELOMPOK LAIN





ARTI HUKUM :
ADA PERBUATAN MELAWAN HUKUM/ MENYERANG HAM ORANG LAIN / KELOMPOK LAIN DAN
ADANYA

PEMBIARAN OLEH PEMERINTAH/ DIKUATIRKAN TIDAK MEMPEROLEH PENYELESAIN HUKUM YG ADIL DAN BENAR.


JENIS PELANGGARAN HAM:
1. PELANGGARAN HAM
2. PELANGGARAN HAM YG BERAT.


PENGERTIAN:
PELANGGARAN HAM YG BERAT

(1) PASAL 4 UU NO 39 TH .1999 TTG HAM :
PELANGGARAN HAM YG BERAT (GROSS
VIOLATION OF HUMAN RIGHTS) ADALAH :
==========================================
“PEMBUNUNAH MASSAL (GENOCIDE), PEMBUNUHAN SEWENANG-WENANG ATAU DI LUAR PUTUSAN PENGADILAN (ARBITRARY /EXTRA JUDICIAL KILLING)), PENYIKSAAN, PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA, PERBUDAKAN ATAU DISKRIMINASI YANG DILAKUKAN SECARA SISTEMATIS (SISTEMATIC DISCRIMINATION).”


(2) UU NO 26 TH 2000 TTG PENGADILAN HAM

PASAL 7 : PELANGGARAN HAM YANG BERAT TERDIRI DARI :

• KEJAHATAN GENOCIDE
• KEJAHATANERHADAP KEMANUSIAAN


























PENGADILAN HAM
:


PENG HAM AD HOC PENGADILAN HAM
TUJUAN :


MENGADILI KASUS :


PELANGGARAN HAM BERAT MENGADILI KASUS HAM
TERJADI SEBELUM TERJADI SETELAH
BERLAKU UU NO 26/2000 BERLAKU UU NO 26/2000

DIBENTUK

KEPPRES NO 53 /2001 UU NO 26/2000
DIPERBARUI
KEPPRESS NO 93/2001

PENGADILAN HAM AD HOC PENGADILAN HAM
KASUS TIMOR TIMUR KASUS ABIPURA
TANJUNG PRIOK






PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM AD HOC

1. DUGAAN PELANGGARAN HAM SEBELUM UU NO 26 TH 2000 TTG PENGADILAN HAM

2. ADANYA DUGAAN PELANGGARAN HAM SEBAGAI KELANJUTNA DARI PENYELIDIKAN KOMNAS HAM

3. ADANYA DUGAAN PELANGGARAN HAM HASIL PENYIDIKAN KEJAKSAAN AGUNG

4. ADANYA REKOMENDASI DPR PADA PEMERINTAH UNTUK MENGUSULKAN PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM AD HOC YANG DIBATASI DENGAN TEMPO DAN LOCOS DELICTI

5. ADANYA KEPPRES TTG PENGADILAN HAM AD HOC





NULLUM CRIMEN SINE LEGE





NULLUM CRIMEN SINE IURE








INSTITUSI PENEGAK HUKUM :

PENGADILAN UMUM
PENGADILAN HAM
PENYELIDIK : POLISI/
PNS PENYELIDIK : KOMNAS
HAM
MEMBENTUK (KPP HAM)

PENYIDIK : POLISI /
JAKSA PENYIDIK : JAKSA AGUNG/ PENYIDIK AD HOC

PENUNTUT : KEJAKSAAN PENUNTUT UMUM : JAKSA AGUNG/ PENUNTUT UMUM AD HOC
HAKIM : HAKIM
KARIER HAKIM : 2 HAKIM KARIR
DAN 3 HAKIM AD
HOC


















JANGKA WAKTU PENAHANAN


PENGADILAN UMUM
PENGADILAN HAM


PENYIDIKAN : 20 + 40 PENYIDIKAN : 90 + 90 + 60
PENUNTUTAN: 20 + 30 PENUNTUTAN : 30 + 20 + 20
PENGADILAN : 30 + 60 PENGADILAN : 90 + 30
BANDING : 30 +60 BANDING : 60 +30
KASASI : 50 +60 KASASI : 60 + 30




ANCAMAN PIDANA:

PERBEDAAN SANKSI KUHP SANKSI UU NO 26/2000
MINIMAL SATU HARI 5 TH ATAU 10 TH
MAKSIMAL 20 TAHUN ATAU PIDANA MATI 25 TAHUN ATAU PIDANA MATI




ELEMENT CRIMEN PELANGGARAN HAM YANG BERAT:

Pasal 8 : Kejahatan Genocide



KEJAHATAN GENOCIDE SEBAGAIAMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 7 HURUF a ADALAH SETIAP PERBUATAN YANG DILAKUKAN DENGAN MAKSUD UNTUK MENGHANCURKAN ATAU MEMUSNAHKAN SELURUH ATAU SEBAGIAN KELOMPOK BANGSA, RAS,KELOMPOK, ETNIS, KELOMPOK AGAMA, DENGAN CARA :

(a) MEMBUNUH ANGGOTA KELOMPOK;
(b) MENGAKIBATKAN PENDERITAAN FISIK ATAU MENTAL YANG BERAT TERHADAP ANGGOTA-ANGGOTA KELOMPOK
(c) MENCIPTAKAN KONDISI KEHIDUPAN KELOMPOK YANG AKAN MENGAKIBATKAN KEMUSNAHAN SECARA FISIK BAIK SELURUH ATAU SEBAGIANNYA
(d) MEMAKSA TINDAKAN- TINDAKAN YANG BERTUJUAN MENCEGAH KELAHIRAN DI DALAM KELOMPOK;
(e) MEMINDAHKAN SECARA PAKSA ANAK-ANAK DARI KELOMPOK TERTENTU KE KELOMPOK LAIN.



ELEMENTS OF CRIMES KEJAHATAN TERHADAP
genocide
=========================================================


TAHAP I : PENENTUAN BENTUK ATAU JENIS TINDAK PIDANA YANG BERSANGKUTAN

TAHAP II : MEMASTIKAN BENTUK ATAU TINDAK PIDANA
YBS MEMENUHI UNSUR :


(1) ADA NIAT / MAKSUD BAHWA PERBUATAN YANG DILAKUKAN BERTUJUAN UNTUK MEMUSNAHKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH KELOMPOK;

(2) YANG DIDASARKAN PADA KELOMPOK KEBANGSAAN, ETNIS, RAS DAN KEAGAMAAN





PENGERTIAN :

KELOMPOK BANGSA, RAS, ETNIS DAN KEAGAMAAN


• A NATIONAL GROUP IS DEFINED AS A COLLECTION OF PEOPLE WHO ARE RECIEVIED TO SHARE A LEGAL BOUND BASED ON COMMON CITIZENSHIP, COUPLED WITH RECIPROCITY OF RIGHTS AND DUTIES;
• AN ETHNIC GROUP IS GENERALY DEFINED AS A GROUP WHOSE MEMBERS SHARE A COMMON LAGUGAGE OR CULTURE ;
• A RACIAL GROUP IS BASED ON THE HEREDITARY PHYSICAL TRAITS OFTEN INDETIFIED GEOGRAPHICAL REGION, IRRESPECTIVE OF LINGUISTIC, CULTURAL, NATIONAL OR RELIGIOUS FACTORS
• THE RELIGIOUS GROUP IS ONE WHOSE MEMBERS SHARE THE SAME RELIGION, DENOMITION OR MODE WORSHIP .





UNSUR-UNSUR GENOCIDE:

1. DENGAN MAKSUD : HARUS SPESIFIK, MENGHANCURKAN, KESELURUHAN ATAU SEBAGIAN DARI KELOMPOK
2. PERSYARATAN DENGAN MAKSUD SANGAT TINGGI
3. SELURUH ATAU SEBAGIAN
• MAKSUD UNTUK MENGHANCURKAN SELURUH ATAU SEBAGIAN HARUS DIARTIKAN DENGAN MENUJUK PADA MAKSUD YANG SPESIFIK UNTUK MENGHANCURKAN LEBIH DARI SEKEDAR SEJUMLAH KECIL ORANG YANG MERUPAKAN ANGGOTA KELOMPOK
• PELAKU TIDAK HARUS BERMAKSUD UNTUK MENGHANCURKAN SELURUH KELOMPOK TETAPI SEBAGIAN KECIL KELOMPOK SAJA SUDAH CUKUP


JENIS :
1. ,MEMBUNUH ANGGOTA KELOMPOK
• HANYA YANG BERSIFAT FISIK DAN BIOLOGI, TIDAK KULTURAL
2. MENGAKIBATKAN PENDERITAAN BERAT TERHADP FISK/ MENTAL ANGGOTA KELOMPOK
• PENDERITAAN TSB TIDAK HARUS BERSIFAT PERMANEN ATAU TIDAK DAPAT DISEMBUHKAN (ICTR)
• TERMASUK KEKERASAN SEKSUAL
• PENDERITAAN MENTAL : TIDAK YANG SIFATNYA MINOR/ TEMPORER.

3. MENCIPTAKAN KONDISI ANGGOTA KEHIDUPAN KELOMPOK YANG AKAN MENGAKIBATKAN KEMUSNAHAN SECARA FISIK ,BAIK SELURUH ATAU SEBAGIAN
• MEMBUAT KELAPARAN
• MENGURANGI PELAYANAN KESEHATAN DI BAWAH STANDART UMUM
• MENGURANGI FASILITAS HIDUP
• PENGUSSIRAN PAKSA

4. MENCEGAH KELAHIRAN :
• STERILISASI, ABORSI PAKSA, PEMISAHAN PRIA WANITA, MENGHAMBAT PERKAWINAN
• INSTRUKSI UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN YANG BERMAKSUD MENCEGAH KELAHIRAN
• PERKOSAAN SISTEMATIK

MENGHASUT GENOCIDE :

- MELALUI RADIO, TELEVISI, MEDIA MASSA LAINNYA:

ICTR : ( KASUS JEAN KAMBADAN DAN AKAYESU)
- KAMU HARUS LEBIH GIAT LAGI, KUBURAN BELUM PENUH
- KAMUS HARUS MEMBUNUH TUTSI
- GUNAKAN SENJATA YANG ADA
- KITA HARUS BERJUANG UNTUK MEMUSNAHKAN SUKU ORANG-ORANG JAHAT JANGA ADA PENGUNGSI
- KITA HARUS MEMBUNUH MEREKA TIDAK ADA JALAN LAIN.


5. PEMINDAHAN PAKSA ANAK-ANAK:
- TIDAK HANYA PERBUATAN PEMINDAHAN YANG LANGSUNG TETAPI MELIPUTI PENGENAAN SANKSI ANCAMAN ATAU TRAUMA YANG MENIMBULKAN PEMINDAHAN PAKSA DARI SUATU KELOMPOK KE KELOMPOK LAIN.










Pasal 9: KEJAHATAN THD KEMANUSIAAN


1. KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 7 HURUF B ADALAH SALAH SATU PERBUATAN YANG DILAKUKAN SEBAGAI BAGIAN DARI SERANGAN YANG MELUAS ATAU SISTEMATIK YANG DIKETAHUI BAHWA SERANGAN TERSEBUT DITUJUKAN SECARA LANGSUNG TERHADAP PENDUDUK SIPIL BERUPA :
APEMBUNUHAN;
b. PEMUSNAHAN;
c. PERBUDAKAN;
d. PENGUSIRAN ATAU PEMINDAHAN A PENDUDUK SECARA PAKSA;
e. PERAMPASAN KEMERDEKAAN ATAU PERAMPASAN FISIK SECARA SEWENANG-WENANG YANG MELANGGAR (ASAS-ASAS) KETENTUAN POKOK HUKUM INTERNASIONAL
f. PENYIKSAAN
g. PERKOSAAN, PERBUDAKAN SESKUAL, PELACURAN, PEMAKSAAN KEHAMILAN, PEMANDULAN ATAU STERILISASI SECARA PAKSA ATAU BENTUK-BENTUK KEKERASAN SEKSUAL LAIN YANG SETARA;
h. PENGANIAYAAN TERHADAP SUATU KELOMPOK TERTENTU ATAU PERKUMPULAN YANG DIDASARI PERSAMAAN PAHAM POLITIK, RAS, KEBANGSAAN,ETNIS, BUDAYA, AGAMA, JENIS KELAMIN ATAU ALASAN LAIN YANG TELAH DIAKUI SECARA UNIVERSAL SEBAGAI HAL YANG DILARANG MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
i. PENGHILAAN ORANG SECARA PAKSA;
j. KEJAHATAN APARTHEID
.



ELEMENTS OF CRIMES KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAN
=========================================================


TAHAP I : PENENTUAN BENTUK ATAU JENIS TINDAK
PIDANA YANG BERSANGKUTAN

TAHAP II : MEMASTIKAN BENTUK ATAU TINDAK PIDANA
YBS MEMENUHI UNSUR :

• ADANYA PENGETAHUAN BAHWA PERBUATAN YANG DILAKUKAN MERUPAKAN BAGIAN DARI SERANGAN LANGSUNG TERHADAP PENDUDUK SIPIL.
ARTINYA :
(PENJELASAN PASAL 9 UU NO 26 TH 2000)

(A) SUATU RANGKAIAN PERBUATAN YG DILAKUKAN TERHADAP PENDUDUK SIPIL
(B) RANGKAIAN PERBUATAN YG DILAKUKAN TERSEBUT SEBAGAI KELANJUTAN DARI KEBIJAKAN PENGUASA ATAU KEBIJAKAN ORGANISASI

• PERBUATAN YANG DILAKUKAN MERUPAKAN SERANGAN SECARA MELUAS DAN SISTEMATIS





PENJELASAN STATUTA ROMA 1998 :


“ SERANGAN YG DITUJUKAN TERHADAP KELOMPOK PENDUDUK SIPIL” BERARTI SERANGKAIAN PERBUATAN YANG MENCAKUP PELAKSANAAN BERGANDA DARI PERBUATAN YANG DIMAKSUD DALAM AYAT 1 TERHADAP KEOLOMPOK PENDUDUK SIPIL, SESUAI DENGAN ATAU SEBAGAI KELANJUTAN DARI KEBIJAKAN NEGARA ATAU ORGANISASI UNTUK MELAKUKAN SERANGAN TERSEBUT.
PENGERTIAN MELUAS DAN SISTEMATIK

PUTUSAN PENGADILAN INTERNATIONAL CRIMINAL TRIBUNAL FOR RWANDA KASUS KAYISHEMA :



SERANGAN MELUAS ADALAH : SUATU SERANGAN YANG SIFATNYA ADALAH SERANGAN YANG DILANCARKAN MENELAN BANYAK KORBAN,

SEDANGKAN SERANGAN MENJADI SISTEMATIS JIKA SERANGAN ITU DILAKUKAN ATAS DASAR RENCANAYANG MATANG ( PRECONCIEVIED)












PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN HAM AD HOC KASUS TANJUNG PRIOK :

MELUAS :


• MENIMBULKAN BANYAK KORBAN; ATAU
• DILAKUKAN DI BEBERAPA TEMPAT; ATAU
• KEJADIAN TERSEBUT DILAKUKAN SECARA BERULANG-ULANG



SISTEMATIS



• BENTUK : IDE ATAU PRINSIP ATAU BERDASAR OBSERVASI YG TERENCANA DENGAN PROSEDURE SUDAH UMUM
• SBG PELANGGARAN HAM BERAT SISTEMATIS ADALAH : KEGIATAN YANG BERPOLA SAMA DAN KONSISTEN;

• PENGERTIAN SISTAMATIS MENGANDUNG (4) ELEMEN PENTING YAITU :

(1) ADANYA TUJUAN POLITIK RENCANA DILAKUKANNYA PENYERANGAN SUATU IDIOGI DALAM ARTI LUAS MENGHANCURKAN SUATU KOMUNITAS;
(2) MELAKUKAN TINDAK PIDANA DENGAN SKALA BESAR TERHADAP SUATU KELOMPOK PENDUDUK SIPIL ATAU BERULANG-ULANG DAN TERUS MENERUSNYA TINDAKAN TIDAK MANUSIAWI YANG SALING BERHUBUNGAN ANTARA SATU DENGAN YANG LAINNYA;

(3) ADANYA PERSIAPAN DAN PENGGUNAAN YANG SIGNIFIKAN DARI MILIK ATAU FASILITAS PUBLIK ATAU PERORANGAN

(4) ADANYA IMPLIKASI POLITIK TINGKAT TINGGI ATAU OTORITAS MILITER DALAM MENGARTIKAN ATAU MEWUJUDKAN RENCANA YANG METODOLOGIS




UNSUR KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN :


1. “YANG DILAKUKAN SEBAGAI BAGIAN DARI SERANGAN” :
PENGERTIAN SERANGAN :

- TIDAK HARUS MERUPAKAN SERANGAN MILITER/ MELIBATKAN KEKUATAN MILITER/ BERHUBUNGAN DENGAN KONFLIK BERSENJATA
- TERMASUK KAMPANYE/ OPERASI YANG DITUJUKAN PADA PENDUDUK SIPIL
- PERBUATAN BERGANDA ( MULTIPLE ACT) BUKAN PERBUATAN TUNGGAL/ TERSENDIRI/ ACAK RANDOM
-
2 .MELUAS ATAU SISTEMATIS :
- YANG MEMBEDAKAN DARI DELIK LAINNYA
- JIKA TERJADI PEMBUNUHAN, PEMUKULAN, PERKOSAAN, MAKA TIDAK SEMUA PERBUATANNYA HARUS MEMENUHI UNSUR MELUAS ATAU SISTEMATIS.

A, MELUAS :
- JUMLAH KORBAN MASSAL
- PERBUATAN YANG BERSIFAT ;
1. MASSIVE
2. SERING (FREGUENT) BERULANG-ULANG
3. SKALA BESAR
4. DILAKUKAN SECARA KOLEKTIF DENGAN CONSIDERABLE SERIOUS
B. SISTEMATIS :
- ADA POLA ATAU RENCANA MENGENAI CARA-CARA YANG AKAN DILAKUKAN
- MENCERMINKAN SUATU POLA/METODE TERTENTU YANG DIORGANISIR SECARA MENYELURUH DAN MENGGUNAKAN POLA TETAP


C. PEMBUKTIAN “ ADANYA BAGIAN DARI SERANGAN MELUAS ATAU SISTEMATIS TERHADAP PENDUDUK SIPIL “
1. ADANYA KETERKAITAN ANTARA TINDAKAN PELAKU DENGAN SERANGAN
2. KETERKAITANNYA TERGANTUNG DARI SITUASI SETIAP KASUS;
A. ADA KESAMAAN ANTARA TINDAKAN PELAKU DENGAN PENYERANGAN
B. KEADAAN KETIKA SERANGAN TERJADI, DENGAN KEADAAN KETIKA PELAKU MELAKUKAN TINDAKAN PIDANA
C. KEDEKATAN WAKTU DAN TEMPAT TINDAK PIDANA DILAKUKAN DENGAN SERANGAN
3. HARUS DITUJUKAN KEPADA PENDUDUK SIPIL/ KELOMPOK PENDUDUK SIPIL BUKAN PERORANGAN
4. PELAKU HARUS MELAKUKAN DENGAN MEMILIK PENGETAHUAN TTG LUASNYA/ SISTEMATISNYA SERANGAN
5. PENGETAHUAN PELAKU DAPAT BERSIFAT AKTUAL. KONSTRUKTIF
6. TIDAK HARUS MENGETAHUI;
A. KESELURUHAN SERANGA DENGAN RINCI
B. BAHWA PERBUTANNYA ITU TIDAK MANUSIAWI ATAU MENIMBULKAN KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN.


JENIS PERBUATAN :

1. PEMBUNUHAN :
SESUAI DENGAN PASAL 338 / 340 KUHP
KASUS AKAYESU :
PEMBUNUHAN TERHADAP MANUSIA SECARA TIDAK SAH DAN SENGAJA DENGAN UNSUR 2 :
- KORBAN MATI
- KEMATIANNYA DISEBABKAN KARENA PERBUATAN TIDAK SAH/ PEMBIARAN OLEH PELAKU/ BAWAHANNYA
- PADA WAKTU KEJADIAN PELAKU/BAWAHANNYA MENGETAHUI BAHWA PERBUATAN THD FISIK KORBAN DAPAT MENYEBABKAN KEMATIAN, TIDAK PERLU MENUNJUKAN TELAH MENIMBULKAN KEMATIAN / TIDAK.




2. PEMUSNAHAN :
A. PELAKU MEMBUNUH (BAGIAN DARI PEMBUNUHAN MASSAL SUATU KELOMPOK)
B. MENIMBULKAN KONDISI KEHINDUPAN YANG MENYEBABKAN KEHANCURAN SUATU KELOMPOK
C. KHARAKTERISTIK PRAKTEK PERADILAN INTERNASIONAL :
- PEMBUNUHAN SKALA BESAR, MENIMBULKAN KORBAN YANG BANYAK
- PENGHANCURAN MASSAL
- TERMASUK SITUASI KETIKA KELOMPOK ORANG DENGAN KAREKTERISTIK BERBEDA TERBUNUH
- PELAKU TIDAK PERLU MENGETAHUI SIAPA KORBANNYA BISA MELIPUTI KELOMPOK POLITIK, SOSIAL, TERTENTU, DAN LAINNYA

PENJELASAN PSL 9 UU NO 26/ 2000;
PEMUSNAHAN ADALAH MENIMBULKAN PENDERITAAN DENGAN SENGAJA ANTARA LAIN K MENGHAMBAT PEMASOKAN BATAN DAN OBAT-OBATAN YANG DAPAT MENIMBULAKN PEMUSNAHAN PENDUDK SIPIL


3. PERBUDAKAN :
- PELAKU MENGGUNAKAN KEKUASAAN APAPUN YANG MELEKAT ATAS HAK KEPEMILIKAN TERHADAP SESEORANG/ LEBIH
- PERBUDAKAN DALAM ARTI LUAS TERMASUK PRAKTEK-PRAKTEK MENYERUPAI PERBUDAKAN ( PENGHAMBAAN, BURUH PAKSA)

4. PENGUSIRAN /PEMINDAHAN PENDUDUK SECARA PAKSA
- PENGUSIRAN (DEPORTASI) PEMINDAHAN PAKSA DARI SUATU KELOMPOK KE KELOMPOK LAINNYA
- SEGALA BENTUK TEKANAN YANG MEMBUAT MEREKA MENINGGALKAN TEMPAT ASALNYA

5. PERAMPASAN KEMERDEKAAN/ KEBEBASAN FISIK LAIN SECARA SEWENANG WENANG YANG MELANGGAR HUKUM INTERNASIONAL :
- PERAMPASAN KEBEBASA /PENAHANAN SECARA SEWENANG-WENANG YNG DILARANG INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL
- NON DEROGABLE RIGHTS
- PERAMPASAN KEMERDEKAAN TANPA DASAR HUKUM ATAU TIDAK ATAS DASAR PERADILAN YANG ADIL DAN FAIR, ATAU JIKA KONDISINYA MENUNJUKAN ADANYA PENYIKSAAN/ PERLAKUAN KEJAM DAN TIDAK MANUSIAWI/ MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA.



6. PENYIKSAAN :
- PERLAKUAN YANG MENIMBULKAN KORBAN MENGALAMI RASA SAKIT YANG MENDALAM BAIK SECARA FISIK ATAU PSIKIS
- KORBAN BERADA DALAM TAHANAN ATAU DI BAWAH KENDALI PELAKU
- BUKAN AKIBAT DARI PENGHUKUMAN YANG SAH
- NON DEROGABLE RIGHTS

7. PERKOSAAN, PERBUDAKAN SEKSUAL, PELACURAN PAKSA, KEHAMILAN PAKSA, STERILISASI PAKSA/ BENTUK KEKERASAN SEKSUAL LAINNYA.


PENETRASI SEKSUAL WALAUPUN RINGAN; TERHADAP

- VAGINA, ANUS KORBAN OLEH PENIS PELAKU/ BENDA LAINNYA YANG DIGUNAKAN PELAKU
- MULUT KORBAN OLEH PENIS PELAKU
- DENGAN TEKANAN ATAU KEKERASAN ATAU ANCAMAN KORBAN ATAU ORANG KETIGA

PERBUDAKAN SEKSUAL

SEBAGAI BENTUK LAIN DARI PERBUDAKAN, SEPERTI :
- PEMBATASAN KEBEBASAN HAK SESEORANG UNTUK MELAKUKAN AKTIVITAS SEKSUAL
- PERBUATAN INI MELIPUTI SITUASI DIMANA PEREMPUAN MENGALAMI KAWIN PAKSA ATAU DITEMPATKAN SEBAGAI BUDAK PELAYANAN SEKSUAL
- MENEMPATKAN KORBAN DALAM TAHANAN/ DIBAWAH KENDALI PELAKU.

- PELACURAN PAKSA

- BERBEDA DENGAN PERBUDAKAN SEKSUAL, NAMUN MERUPAKAN SITUASI SESEORANG TERPAKSA MELALUKAN AKTIVITAS SEKSUAL GUNA MEMPEROLEH SUATU KEBUTUHAN HIDUP ATAU MENGHINDARI KONDISI KERUSAKAN YANG LEBIH PARAH

PENGHAMILAN PAKSA

- PENGHAMILAN DILAKUKAN DENGAN MELIBATKAN KEKERASAN/ PAKSAAN TERMASUK ANCAMAN KEKERASAN
- TIDAK HARUS MENEMPATKAN KORBAN DALAM TAHANAN ATAU DI BAWAH KEKUASAAN PELAKU

STERILISASI PAKSA


DILAKUKAN DENGAN MENGGUNAKAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN DAPAT DIKATEGORIKAN GENOCIDE KALAU DITUJUKAN TERHADAP KELOMPOK TERTENTU DENGAN TUJUAN MEMUSNAHKAN SEBAGAIAN ATAU SELURUH KELOMPOK.


PENGANIAYAAN (PERSEKUSI)

- TIDAK SAMA DENGAN KUHP
- PENCABUTAN HAK-HAK FUNDAMENTAL KORBAN
- KORBAN SEBAGAI TARGET DENGAN DASAR IDENTITAS, YANG DIDASARKAN PADA RAS, KEBANGSAAN, ETNIS, AGAMA, GENDER


8. PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA
- PENCULIKAN, PENANGKAPAN ATAU PENAHANAN OLEH APARAT PEMERINTAH/ KELOMPOK ORGANISASI
- PENGINGKARAN ATAS KEBERADAANNYA
-
9. APARTHEID

- PEMISAHAN RAS YANG KAKU DALAM BIDANG PERUMAHAN, PENDIDIKAN, PELAYANAN KESEHATAN, PEKERJAAN, DALAM SETIAP KEHIDUPAN PUBLIK DAN SWASTA DALAM PRAKTEKNYA MELIBATKAN PELANGGARAN HAM YANG LUAS ATAU SISTEMATIK








PRINSIP DASAR PENGADILAN HAM
(UNDANG-UNDANG NO 26 TAHUN 2000 TTG PENGADILAN HAM)
===========================================


1. PENGESAMPINGAN ASAS NON REKTRO AKTIF; DAN ASAS KADALUAWARSA;
2. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA SECARA INDIVIDUAL;
3. TIDAK ADA ALASAN PENGHAPUS PIDANA BERDASARKAN PERINTAH ATASAN;
4. ADANYA PERTANGGUNGJAWABAN ATASAN / KOMANDAN AKIBAT TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN BAWAHANNYA :






PENJELASAN UMUM :
UNDANG-UNDANG NO 26 TAHUN 2000 TTG PENGADILAN HAM



PELANGGARAN HAM YG BERAT SEBAGAI DELIK EXTRA ORDINARY CRIME YANG BERDAMPAK LUAS BAIK SECARA NASIONAL MAUPUN INTERNASIONAL DAN BUKAM MERUPAKAN DELIK KUHP (SEBAGAI ORDINARY CRIME)




PERBEDAAN PELANGGARAN HAM BERAT SEBAGAI DELIK EXTRA ORDINARY CRIME DENGAN DELIK KUHP SEBAGAI ORDINARY CRIME

PERBEDAAN

DELIK ORDINARY CRIME DELIK EXTRA ORDINARY CRIME
SIFAT DELIK INCIDENTAL SISTEMATIK
KORBAN INDIVIDUAL MASSAL

ALASAN PEMBENAR
ADA ALASAN PENGHAPUS PIDANA BERDASAR PERINTAH ATASAN
TIDAK ADA ALASAN PENGHAPUS PIDANA BERDASAR PERINTAH ATASAN
PENGECUALIAN ASAS




TIDAK ADA PENGECUALIAN ASAS NON REKTROAKTIF
ASAS NE BIS IN IDEM
DALUWARSA
PERTGJWB KOMANDAN
------------------------

PERADILAN TIDAK ADA

------------------------

NASIONAL ADA

----------------------
NASIONAL/ INTER/ CAMPURAN





PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDAN ATAU ATASAN

RUMUSAN RUU KUHP SAMA DENGAN

PASAL 42 UU No 26 TH 2000 TTG PENGADILAN HAM

(1) KOMANDAN MILITER ATAU SESEORANG YANG SECARA EFEKTIF BERTINDAK SEBAGAI KOMANDAN MILITER DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN TERHADAP TINDAK PIDANA YANG BERADA DI DALAM YURISDIKSI PENGADILAN HAM, YANG DILAKUKAN OLEH PASUKAN YANG BERADA DI BAWAH KOMANDO DAN PENGENDALIAN EFEKTIF, ATAU DI BAWAH KEKUASAAN DAN PENGENDALIANNYA YANG EFEKTIF DAN TINDAK PIDANA TERSEBUT MERUPAKAN AKIBAT DARI TIDAK DILAKUKANNYA PENGENDALIAN PASUKAN SECARA PATUT YAITU : ……….

(C) KOMANDAN MILTER ATAU SESEORANG TSB MENGETAHUI ATAU ATAS DASAR KEADAAN PADA SAAT ITU SEHARUSNYA MENGETAHUI BAHWA PASUKAN TERSEBUT SEDANG MELAKUKAN ATAU BARU SAJA MELAKUKAN PELANGGARAN HAM YG BERAT
(D) KOMANDAN MILITER ATAU SEORANG TERSEBUT TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN YANG LAYAK DAN DIPERLUKAN DALAM RUANG LINGKU; KEKUASAANYA UNTUK MENCEGAH ATAU MENGHENTIKAN PERBUATAN TERSEBUT ATAU MENYERAHKAN PELAKUNYA PADA PEJABAT YG BERWENANG UNTUK DILAKUKAN PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN


(2) SEORANG ATASAN, BAIK POLISI MAUPUN SIPIL LAINNYA, BERTANGGUNGJAWAB SECARA PIDANA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT YANG DILAKUKAN OLEH BAWAHANNYA YANG BERADA DI BAWAH KEKUASAAN DAN PENGENDALIANNYA YANG EFEKTIF, KARENA ATASAN TERSEBUT TIDAK MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP BAWAHANNYA SECARA PATUT DAN BENAR YAITU :…………..
(A) ATASAN TSB MENGETAHUI ATAU SECARA SADAR MENGABAIKAN INFORMASI YG SECARA JELAS MENUNJUKAN BAHWA BAWAHAN SEDANG MELAKUKAN ATAU BARU SAJA MELAKUKAN PELANGGARAN HAM YG BERAT
(B) ATASAN TSB TIDAK MENGAMBIL TINDAKAN YG LAYAK DAN DIPERLUKAN DALAM RUANG LINGKUP KEWENANGANYA UNTUK MENCEGAH ATAU MENGHENTIKAN PERBUATAN TSB ATAU MENYERAHKAN PELAKUNYA KEPADA PEJABAT YANG BERWENANG UNTUK DILAKUKAN PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN



PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDAN/ ATASAN


• KOMANDAN MILITER ATAU SESEORANG YG SECARA EFEKTIF YANG BERTINDAK SEBAGAI KOMANDAN MILITER TIDAK MELAKUKAN PENGENDALIAN SECARA PATUT ;

• IA MENGETAHUI ATAU ATAS DASAR KEADAAN SAAT ITU SEHARUSNYA MENGETAHUI BAHWA PASUKANNYA SEDANG ATAU BARU MELAKUKAN PELANGGARAN HAM YANG BERAT;


• IA TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN YANG LAYAK DAN DIPERLUKAN DALAM LINGKUP KEKUASAANNYA UNTUK MENCEGAH ATAU MENGHENTIKAN PERBUATAN TERSEBUT; ATAU

• IA TIDAK MENYERAHKAN PELAKUNYA PADA PEJABAT YANG BERWENANG UNTUK DILAKUKAN PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN.














PERMASALAHANNYA :



 SIAPAKAH YANG DISEBUT SEBAGAI KOMANDAN YANG EFEKTIF ? DAN

 SAMPAI KE TINGKAT KOMANDAN YANG BAGAIAMANAKAH YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN ATAS TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH BAWAHANNYA?


KONSEP TANGGUNG JAWAB KOMANDAN
1. ASPEK FUNGSIONAL : KEDUDUKAN KEMANDAN MENIMBULKAN KEWAJIBAN BERTINDAK
2. ASPEK KOGNITIF k: HARUS MEMILIKI PENGETAHUAN TENTANG KEJAHATAN
3. ASPEK OPERASIONAL : FAILURE TO ACT ( TIDAK MELAKUKAN TINDAKN YANG LAYAK SHG DIANGGAP MELAKUKAN PEMBIARAN / OMMISSION)
4. BERLAKU UNTUK ATASAN MILITER DAN SIPIL
5. BERLAKU TIDAN HANYA PADA SITUASI KONFLIK BERSENJATA.


KOMANDAN MILTER/ SEORANG YG SECARA AKTIG BERTINDAK SEBAGAI KOMANDAN MILITER :

1.. DANMIL :
• ANGGOTA AB YANG DITUGASI MEMIMPIN SATU UNI / LEBIH AB
• MEMILIKI OTORITAS UNTUK MEMBERIKAN PERINTAH/ KEPADA BAWAHANNYA/ KEPADA KOMANDAN DARI UNIT BAWAHANNYA

2 TIDAK ADA BATAS TINGAKATAN KOMANDAN DAPAT DIPERSALAHKAN.
3. PADA KEADAAN TERTENTU SEORANG DAN TIDAK SELALU HARUS MEMILIKI PANGKAT MILITER MISAL PRESIDEN SEBAGAI PENGGANTI AB.


SESEORANG YANG SECARA EFEKTIF BERTINDAK SEBAGAI DANMIL :

KATAGORI LEBIH LUAS DARI DANMIL, TERMASUK :
- PERWIRA POLISI YANG BERADA DALAM KOMANDO UNIT POLISI BERSENJATA
- ORANG YG BERTANGGUNGJAWAB ATAS UNIT PARAMILITER YANG TIDAK BERADA DI DALAM ORGANISASI AB
- ORANG YANG DIANGGAP SECARA DE FACTO MEMILIKI KONTROK THD AB, POLISI BERSENJATA/UNIT PARAMILITER.













SURAT DAKWAAN
PASAL 143 AYAT (2) KUHAP

A. IDENTITAS TERDAKWA :
B KRONOLOGIS PERISTIWA YANG MEMUAT WAKTU DAN TEMPAT TERJADINYA LOCOS DELICTI;
C. URAIAN SECARA LENGKAP DAN JELAS TTG TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKANNYA

PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDAN /ATAS
Contoh :

Terdakwa Selaku Atasan (KAPOLDA) di Jakarta melakukan Pelanggaran HAM berat Yaitu selaku Atasan yang bertanggungjawab menjaga dan melaksanakan Kambtimas di Jakarta Pusat bertanggungjawab secara pidana terhadap pelanggaran berat berupa PERKOSAAN yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis, yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan langsung pada penduduk sipil yang dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawha kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif. Karena Terdakwa selaku Atasan di wilayah Jakarta Pusat tidak melakukan pengendalian terhadap bawahannya secar patut dan benar, yaitu mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang jelas menunjukan bahwa bawahannya sedang atau baru saja melakukan pelanggaran Ham berat dan tidak mengambil tindakan yang layak diperlukan dalam lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelaku pada pejabat yang berwenang, untuk dilakukan penyidikandan penuntutan, perbuatan yang dilakukan terdakwa dengan cara :
1 Misal bagaimana ia bekerja di lapangan, yang dibantu kapolres-kapolresnya (dasa hukum tugas)
2 Ia memiliki kewenangan dan kewajiban Kamtibmas







PUTUSAN PENGADILAN HAM AD HOC JAKARTA PUSAT:
KASUS TIMOR TIMUR :


TERDAKWA KEPUTUSAN
ABILIO SUARES 3 TAHUN
TIMBUL SILAEN BEBAS
HERMAN SOEDIBYO, LILIK, GATOT SUBIAKTO, A SYAMSUDIN, SUGITO BEBAS
ERICO GUSTARES 10 TAHUN
ENDAR PRIYANTO BEBAS
ASEP KUSWANI, ADIOS SALOBA, LEONITA MARTIN BEBAS
HULMAN GULTOM 3 TAHUN
SODJARWO 5 TAHUN
YAYAT SUDRADJAT BEBAS
NUR MUIS 5 TAHUN
TONO SURATMAN BEBAS
ADAM DAMIRI 3 TAHUN















PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN :

1. KORBAN DAN SAKSI BERHAK ATAS PERLINDUNGAN FISIK DAN MENTAL DARI ANCAMAN, GANGGUAN, TEROR, KEKERASAN DARI PIHAK MANAPUN
2. OLEH APARAT PENEGAK HUKUM DAN KEAMANAN
3. TATA CARA : PP NO 2/ 2002


KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI

KORBAN ATAU AHLI WARISNYA BERHAK ATAS KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI
DICANTUMKAN DALAM AMAR PUTUSAN
TATA CARA PP NO 3 TAHUN 2002.




Perlindungan Saksi Dan Korban :

Pasal 34 UU No 26 th 2000 ttg Pengadilan HAM :

(1) Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia
yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dan
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dan pihak manapun.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan
secara cuma-cuma.
(3) Ketentuan mengenai tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


diatur lebih lanjut dalam PP No 2 th 2002 ttg Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM yang berat


KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI

Pasal 35 UU NO 26 th 2000 :

(1) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
(2) Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM.
(3) Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diatur Iebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

diatur lebih lanjut dalam PP no 3 th 2002 tentang Kompensasi Restitusi dan Rehabilitasi


PP No 2 th 2002 Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM yg Berat

UU No : 13 th 2006 ttg Perlindungan Korban dan Saksi

PP No 44 th 2008
Keterangan


Korban : adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun


Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisk, mental, dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana
Pengertian korban dalam PP No 2 th 2002 mencakup korban perseorangan atau kelompok orang, sedangkan UU No 13 th 2006 pengertian korban didefinisikan sebagai seseorang tidak menyebutkan kelompok orang.

Saksi : adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan alami sendiri, yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun.




Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendir
Pengertian saksi dakam PP No 2 th 2002 legih spesifik karena berkaitan dengan saksi dalam pelanggaran HAM yang berat. Sedangkan pengertian saksi dalam UU No 13 th 2006 bersifat umum.
Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya.

Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain



Sama dengan pengertian PP No 2/ 2002















Sama dengan pengertian PP No 2/2002

Tata Cara Perlindungan Saksi dan korban :

PP NO 2/ 2002 UU NO 13 TH 2006

Pasal 5

(1) Perlindungan terhadap korban dan saksi dilakukan berdasarkan:

a. inisiatif aparat penegak hukum dan aparat keamanan; dan atau

b. permohonan yang disampaikan oleh korban atau saksi.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b disampaikan kepada :

a. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, pada tahap penyelidikan;

b. Kejaksaan, pada tahap penyidikan dan penuntutan;

c. Pengadilan, pada tahap pemeriksaan.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan lebih lanjut kepada kepada aparat keamanan untuk ditindaklanjuti.

(4) Permohonan perlindungan dapat disampaikan secara langsung kepada aparat keamanan.

Pasal 6

Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, aparat penegak hukum atau aparat keamanan melakukan:

a. klarifikasi atas kebenaran permohonan; dan

b. identifikasi bentuk perlindungan yang diperlukan.




Perjanjian perlindungan LPSK terhadap Saksi dan/atau Korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut: a. sifat pentingnya keterangan Saksi dan/atau Korban; b. tingkat ancaman yang membahayakan Saksi dan/atau Korban; c. basil analisis tim medis atau psikolog terhadap Saksi dan/atau Korban; d. rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh Saksi dan/atau Korban.
Bagian Kedua Tata Cara Pemberian Perlindungan
Pasal 29 Tata cara memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagai berikut: a. Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK; b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan perlindungan diajukan.




TINDAKAN DAN LAYANAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN OLEH LPSK

Kategori tindakan dan Layanan

Perlindungan fisik • Perlindungan keamanan Pribadi/ keluarga dan harta benda
• Perlindungan dari ancaman
• Iodentitas baru
• Tempat kediaman baru
Jaminan Partisipasi saksi /korban dlm Program Perlindungan LPSK Saksi atau korban memiliki hak untuk ikut serta dalam proses memimilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan
Administrasi Peradilan • Saksi dan korban memberikan keterangan tanpa tekanan dalam setiap tahapan proses hukum yang berlangsung
• Hak didampingi penterjemah
• Bebas dari pertanyaan yg menjerat
• Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus hingga batas waktu perlindungan berakhir
• Informasi dalam hal terpidana dibebaskan
• Hak untuk didampingi penasehat hukum

Dukungan pembiayaan dan layanan medis • Biaya transportasi
• Biaya hidup sementara
• Bantuan medis
• Bantuan rehabilitasi psiko-sosial•

Bentuk reparasi • Pengajuan kompensasi bagi korban
• Pengajuan restitusi bagi korban


Tata cara Pengajuan Kompensasi PP No 44 / 2008

1.pengajuan kompensasi dapat dilakukan pada saat proses penyelidikan pelanggaran HAM yang berat atau sebelum jaksa PU membacakan tuntutan

• pengajuan permohonan kompensasi ini dilakukan oleh korban atau keluarganya atau kuasa hukumnya kepada Pengadilan melalui LPSK dengan membuat surat kuasa Khusus.
• LPSK dapat menolak atau menyetujui permohonan kompensasi
• Apabila permohonan kompensasi dikabulkan maka LPSK akan mengajukan permohonan tsb kepada pengadilan HAM dengan dilengkapi surat keputusan LPSK beserta pertimbangannya
• Apabila LPSK berpendapat bahwa pemeriksaan permohonan kompensasi harus dilakukan bersama dengan pokok perkara pelanggaran HAM yang berat maka permonohan ini diajukan ke Jaksa Agung.

2.pengajuan kompensasi dapat dilkukan setelah adanya putusan pengadilan

• pengajuan kompensasi yang dilakukan setelah adanya keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap harus dilampiri kutipan putusan pengadilan HAM dan prosedurenya sama dengan ketentuan di atas.


3. Restitusi :
a. Diajukan sebelum pelaku putusan pengadilan maka LPSK mengajukan permohonan restitusi pada jaksa Penntut Umum yang dilampiri keputusan LPSK
b. Apabila diajukan setelah adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap diajukan pada Pengadilan HAM dengan dilampiri Kutipan Putusan Pengadilan Ham.



Demikian beberapa materi singkat mengenai hukum arara peradilan HAM semoga dapat menjadi tambahan wacana bagi kita semua.